Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat mengatakan kenaikan tarif listrik pada 1 oktober lalu kian memberatkan industri tekstil dan produk tekstil. Menurut dia, biaya listrik terhadap total ongkos produksi cukup besar, yakni 14-25 . Menurut dia, industri menerima dampak akumulatif dari berbagai kebijakan pemerintah sejak awal tahun, dimaulai dari kenaikan upah buruh, tarif gas, pelemahan nilai rupiah, hingga kenaikan tarif ;istrik. Hal itu menurut Ade, membuat para pengusaha kehilangan akal. Bila harga produk dinaikan untuk menutup biaya, yang dipertaruhkan adalah tingkat penjualan. "Nanti orang tidak mampu beli", katanya.
Keresahan juga dirasakan produsen makanan dan minuman. Menurut Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia Adhi S. Lukman, dampak kenaikan tarif listrik berbeda untuk tiap jenis usaha. Produsen roti dan daging olahan masuk kategori yang paling merasakan kenaikan itu karena menggunakan oven atau lemarti pendingin yang menyerap banyak listrik.
Sekretaris Perusahaan PLN Adi Supriono menyatakan, adanya kenaikan tarif tersebut bukan untuk menjadikan PLN untung besar. Kenaikan tersebut, ujarnya, adalah menekan subsidi dalam APBN. "Kenaikan itu juga tidak terkait dengan pelayanan yang kerap dikritik lantaran listrik sering mati. Dia menjanjikan PLN akan berupaya keras memenuhi kebutuhan listrik".
Sumber: Koran Tempo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar